PERANAN KOSAKATA DALAM MENULIS PARAGRAF
INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Mezri Helti
Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia
Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang 2012
Abstrak
Keterampilan menulis diperlukan
untuk menuangkan buah pikiran secara teratur dan terorganisasi. Oleh karena itu
peserta didik harus diberi latihan agar mampu menuangkan ide tersebut secara
kreatif dan imajinatif. Salah satu keterampilan menulis yang selalu menjadi
kendala bagi peserta didik adalah keterampilan menulis paragraf induktif dan
deduktif. Hal ini disebabkan rendahnya kemampuan peserta didik dalam bahasa
Indonesia, terlihat dari penguasaan kosakata yang terbatas, sehingga sulit
dalam mengembangkan ide atau gagasan, dan penyusunan ide dalam paragraf sering
tidak logis.
Untuk menulis paragraf induktif dan
deduktif, kosakata memiliki peranan yang sangat penting. Semakin kaya kosakata
yang dimiliki maka semakin besar pula kemungkinan orang itu terampil menulis. Kosakata
berkaitan dengan perbendaharaan dan pengetahuan seseorang tentang suatu kata. Selain
itu pengetahuan kosakata berkaitan dengan pengetahuan tentang jenis-jenis
makna, seperti sinonim, antonim, homonim, hiponim dan hipernim. Dengan memahami
berbagai jenis makna tersebut, akan membantu peserta didik dalam menulis
paragraf induktif dan deduktif, berkaitan dengan pemngembangn ide, ketepatan
kata dan pemilihan kata.
Kata kunci : keterampilan menulis, kosakata, paragraf, induktif,
deduktif, makna kata.
A.
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan agar
peserta didik terampil berkomunikasi. Peserta didik dilatih lebih banyak
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak menguasai
atau menghafalkan pengetahuan tentang bahasa melainkan terampil berbahasa.
Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen, yaitu menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan
yang sangat erat dan saling mendukung satu sama lain. Peserta didik yang
terampil menyimak, akan memiliki dan menyimpan informasi yang bisa disampaikan
dalam bentuk lisan atau tulisan. Peserta didik yang terampil berbicara,
biasanya memiliki kemampuan menyampaikan informasi, kehendak, kebutuhan dan
keinginan kepada orang lain secara langsung karena memiliki bekal berbahasa yang
diperoleh dari menyimak dan membaca. Peserta didik yang terampil membaca akan
memperoleh pengalaman dan pengetahuan dari apa yang telah dibacanya, dan dapat
dimanfaatkan untuk berbicara dan menulis. Sedangkan peserta didik yang terampil
menulis, mampu menuangkan ide, gagasan atau pemikiran yang telah diperoleh dari
menyimak, berbicara, dan membaca kepada orang lain secara tidak langsung dengan
baik.
Kegiatan menulis memiliki banyak manfaat yang
bisa dipetik oleh peserta didik. dengan menulis peserta didik diharapkan dapat
mengetahui sejauh mana pengetahuannya tentang suatu topik, untuk mengembangkan
topik itu peserta didik harus berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman
yang telah dimilikinya. Melalui kegiatan menulis peserta didik dapat
mengembangkan berbagai gagasan. Peserta didik harus bernalar menghubungkan
serta membandingkan satu fakta dengan fakta yang lain. Kegiatan menulis memaksa
peserta didik lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi
sehubungan dengan topik yang mereka tulis.
Salah
satu keterampilan menulis yang terdapat dalam kurikulum bahasa Indonesia tingkat
SMK adalah keterampilan menulis paragraf induktif dan deduktif. Paragraf
induktif dan deduktif merupakan paragraf yang mencerminkan cara berpikir atau
bernalar seseorang dalam menyampaikan sesuatu. Dalam pembelajaran menulis paragraf induktif dan deduktif sering
kita temui peserta didik yang masih menghadapi
sejumlah masalah dalam menulis, seperti peserta didik masih memiliki kemampuan
yang rendah dalam bahasa Indonesia, hal ini terlihat dari penguasaan kosakata
yang terbatas, sulit dalam mengembangkan ide atau gagasan, dan penyusunan ide
dalam paragraf sering tidak logis atau tidak berkaitan antara satu kalimat
dengan kalimat yang lainnya.
Keterampilan
menulis sangat berkaitan dengan pengetahuan kosakata yang dimiliki seseorang.
Semakin kaya kosakata yang dimiliki maka semakin besar pula kemungkinan orang
itu terampil menulis. Pengetahuan terhadap kosakata adalah mutlak diperlukan
oleh setiap pemakai bahasa, selain merupakan alat penyalur gagasan, penguasaan
terhadap sejumlah kosakata dapat memperlancar arus informasi yang diperlukan
melalui komunikasi lisan maupun tulisan. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan
penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana peranan
kosakata dalam menulis paragraf induktif dan deduktif.
Menulis merupakan bagian yang sangat penting dalam keterampilan
berbahasa. Menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan,
atau informasi) secara tertulis kepada pihak lain. Dalam kegiatan berbahasa
menulis melibatkan empat unsur, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan
atau isi tulisan, medium tulisan, serta pembaca sebagai penerima pesan.
Tarigan (2005:3-4) menyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan
suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak
langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu
kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini sang penulis
haruslah terampil memanfaatkan pengetahuan tentang grafologi, struktur bahasa,
dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis,
melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Menulis memiliki mamfaat yang besar bagi kehidupan. Senada dengan
hal itu Dalman (2012:2) mengatakan bahwa menulis memiliki banyak mamfaat diantaranya,
yaitu peningkatan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan kreatif,
penumbuhan keberanian, dan pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan
informasi. Menulis juga sangat penting bagi peserta didik. dengan menulis
peserta didik untuk berpikir aktif dan kreatif.
Suriamiharja (1996:46) mengutip pendapat dari Akhadiah, dkk, menjelaskan
bahwa dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua
kalimat utama atau kalimat topik, kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Sedangkan
Arifin dan Tasai (2009:115) berpendapat bahwa paragraf adalah seperangkat
kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Berdasarkan letak kalimat
topik Arifin dan Tasai ( 2009:124) membagi paragraf menjadi paragraf induktif
dan deduktif. Paragraf yang meletakkan kalimat topik diakhir paragraf disebut
dengan paragraf induktif, sedangkan paragraf yang meletakkan kalimat topik pada
awal paragraf disebut paragraf deduktif.
Keterampilan menulis paragraf induktif dan deduktif adalah suatu
bentuk kemampuan seseorang dalam menyampaikan pikirannya. Berpikir secara
induktif merupakan cara berpikir yang bertolak dari peristiwa khusus (berupa
fakta, data, dan rincian) lalu diikuti oleh peristiwa yang bersifat umum
(berupa kesimpulan). Dalman (2012:97) menyatakan bahwa “paragraf induktif
adalah paragraf yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah diakhiri
dengan permasalahan paragraf”. Berpikir secara deduktif adalah cara berpikir
yang bertolak dari pernyataan umum(berupa kesimpulan) lalu diikuti oleh
pernyataan khusus (berupa fakta, data, dan rincian). Dalman (2012:97) lebih
lanjut menyatakan bahwa “paragraf deduktif adalah alinea yang menyajikan pokok
permasalahan terlebih dahulu, lalu diikuti oleh uraian atau rincian
permasalahan alinea”.
Peserta didik yang
terampil menulis paragraf induktif dan deduktif, akan mampu mengungkapkan
pikiran dengan baik dan teratur. Akan tetapi, keterampilan menulis paragraf
membutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang kosakata, agar ide yang
disampaikan kaya dengan informasi.
Kata menduduki posisi yang sangat penting dalam
keterampilan berbahasa. Hal ini didukung oleh pendapat Tarigan (2011:2) yang
menyatakan bahwa, kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas
dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Oleh sebab itu keterampilan
mengungkapkan dan menerima ide dengan baik sangat berhubungan dengan kosakata.
Penguasaan kosakata dalam satu bahasa berhubungan dengan jumlah kata yang harus
dikuasai agar seseorang dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan
pemilihan kata serta pemakaiannya sesuai dengan konteks komunikasi.
Setiap gagasan pikiran atau perasaan
dituliskan dalam bentuk kata-kata. Kata adalah perwujudan suatu perasaan dan
pikiran yang digunakan dalam bahasa lisan atau tulisan. Untuk dapat
menyampaikan gagasan, ide dan pikiran dalam paragraf, seseorang perlu memiliki
perbendaharaan kata yang memadai dan pemilihan kata yang tepat. “Dalam memilih
kata itu harus diberikan dua persyaratan pokok, yaitu ketepatan, dan
kesesuaian” (Suriamiharja, 1996 : 25).
B. PEMBAHASAN
Kosakata
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran menulis paragraf
induktif dan deduktif, karena pada dasarnya kegiatan menulis adalah kegiatan
menyusun kata-kata menjadi rangkaian kalimat yang berarti atau bermakna. Untuk
mengembangkan ide dalam menulis paragraf induktif dan deduktif dibutuhkan
banyak perbendaharaan kata dan pengetahuan tentang kata-kata yang digunakan
tersebut. Misalnya, peserta didik ingin mengembangkan topik tentang pencemaran
lingkungan, maka semua kata yang berkaitan dengan pencemaran dan lingkungan
harus dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar ide dan
gagasan yang dikembangkan dalam paragraf memiliki kesatuan yang utuh antara
satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Dengan menguasai kata-kata yang
saling berkaitan tentang suatu topik akan membantu peserta didik menciptakan paragraf
yang logis dan bermakna.
Untuk memperkaya
kosakata peserta didik banyak cara yang dapat dilakukan, diantaranya, (1)
memperkenalkan sinonim dan antonim kata atau frase, (2) memperkenalkan imbuhan,
(3) mengira dan mereka-reka makna kata dari konteks, (4) menjelaskan arti
sesuatu yang abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah, (5) meningkatkan minat
baca peserta didik, membaca dapat memperkaya kosakata peserta didik (Usman,
1980:21). Sedangkan Tarigan (1985:23) mengutip pendapat Dale dan kawan-kawan, yang
mengemukakan beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam pengembangan kosakata
peserta didik, yaitu (1) ujian sebagai pengajaran, (2) petunjuk konteks, (3)
sinonim, antonim, hiponim, (4) asal usul kata, (5) prefiks, (6) sufiks), (7)
akar kata, (8) ucapan dan ejaan, (9) semantik, (10) majas, (11) sastra dan
pengembangan kosakata, (12) pengguanaan kamus, dan (13) permainan kata.
Pembelajaran
kosakata terhadap peserta didik hendaknya disertai dengan pembelajaran terhadap
makna kata. Ilmu yang mempelajari tentang makna kata dalam ilmu bahasa disebut
dengan semantik. Menurut Tarigan (2011:147) hubungan semantik dengan
pembelajaran kosakata sangat erat. Telaah semantik menyarankan kepada para guru
betapa pentingnya pengalaman dalam penginterpretasian kata. Pengalaman
mempengaruhi persepsi maupun konsepsi kita. Para peserta didik
menginterpretasikan kata-kata berdasarkan pengalamannya pada masa lalu. Para
peserta didik mempunyai latar belakang pengalaman yang kaya dan akan membawa
banyak persepsi dan konsepsi terhadap kata-kata yang mereka temui.
Kajian
makna yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengembangan kosakata peserta
didik dapat berupa sinonim, antonim, homonim, hiponim, dan hipernim. Dalam
kajian semantik kelima istilah itu disebut dengan relasi makna. Manaf (2010:
97) menyatakan bahwa kajian tentang sinonim, antonim, homonim, hiponim dapat digunakan untuk mengembangkan
kosakata pemakai bahasa.
Sinonim
merupakan kata-kata yang memiliki makna dasar yang sama. Tarigan (1986:17)
mengatakan bahwa sinonim adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama
tetapi berbeda dalam nilai rasa, atau dapat dikatakan bahwa sinonim merupakan
kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi. Manaf
(2010:80-81) mengutip pendapat Cruse yang mengartikan sinonim sebagai pasangan
atau kelompok butir leksikal yang mengandung kemiripan makna antara satu dengan
yang lain, contoh meninggal, gugur, mangkat, wafat, mati, dan mampus.
Sinonim
membantu peserta didik menyampaikan gagasan umum tentang suatu kata, dan dapat
juga membantu peserta didik membuat perbedaan-perbedaan yang tajam dan tepat
antara makna kata-kata tersebut. Sebenarnya peserta didik tidak mudah melakukan
pembedaan-pembedaan yang tepat antara satu sinonim dengan sinonim yang lainnya.
Peserta didik harus memperhatikan perbedaan makna kata-kata dengan tepat
berdasarkan kelompok dan konteks pemakainnya. Misalnya,kata senang
memiliki sinonim dengan suka, gembira, ria, ceria, riang, suka cita, gembira
ria, riang gembira, suka ria, suka hati. Walaupun kata-kata tersebut
memiliki makna dasar yang sama, tetapi berbeda pemakain dan nilai rasanya.
Dalam
pembelajaran menulis paragraf induktif dan deduktif, sinonim membantu peserta
didik untuk menghindari pengulangan kata dan penggunaan kata yang berlebihan.
Contohnya dapat kita lihat pada paragraf induktif di bawah ini.
Dua anak kecil ditemukan tewas di pinggir Jalan Jenderal Sudirman.
Seminggu kemudian, seorang anak wanita ditemukan tidak bernyawa di pingir
sungai. Sehari setelah itu, polisi menemukan bercak-bercak darah di kursi
belakang, mobil John. Polisi mendapatkan bukti berupa potret dua orang anak
yang tewas di Jalan Jenderal Sudirman di dalam kantung celana John. Polisi juga memperoleh bukti di dalam mobil John selembar
sapu tangan milik anak wanita yang ditemukan telah meninggal di pinggir sungai.
Dengan demikian, John adalah orang yang dapat dimintai
pertanggungjawaban tentang hilangnya tiga anak itu.
Adapun kata-kata yang bersinonim
dari paragraf di atas, adalah kata tewas bersinonim dengan tidak
bernyawa dan meninggal. Kata kemudian bersinonim dengan
setelah itu. Kata menemukan bersinonim dengan mendapatkan dan
memperoleh. Pemahaman terhadap sinonim membantu peserta didik memperkaya
wawasannya tentang suatu kata. Dan mempermudah peserta didik dalam
mengembangkan ide atau gagasan.
Sementara
itu, antonim yang merupakan bagian dari pembelajaran kosakata juga memiliki
peranan penting dalam menulis paragraf induktif dan deduktif. Antonim adalah
kata yang mengandung makna yang
berlawanan dengan kata yang lain. Antonim merupakan suatu cara yang
efektif untuk meningkatkan perbendaharaan serta kosakata peserta didik (Tarigan,
1985:37). Chaer (2009:88) dengan mengutip pendapat Verhaar mendefinisikan
antonim sebagai ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk
frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain.
Misalnya kata bagus berantonim dengan kata buruk, kata besar
berantonim dengan kata kecil. Pemahaman tentang antonim dapat membantu
peserta mengelompokkan dan menggunakan dengan tepat kata-kata yang berlawanan
makna dalam paragraf. Pemakaian kata berantonim dapat kita lihat pada contoh paragraf
deduktif di bawah ini.
Penggunaan internet di kalangan remaja mempunyai dampak positif dan
negatif. Dampak positifnya adalah berbagai
informasi yang sifatnya memperluas wawasan, dapat diakses para remaja di luar
jam sekolah. Dampak negatifnya adalah informasi tentang pornografi, kekerasan,
rasialisme, perjudian, serta berita-berita menyesatkan sangat mudah diakses
oleh mereka.
Dari
contoh diatas dapat kita lihat beberapa kata yang merupakan kata yang
berantonim. Misalnya, kata positif dengan negatif, kata memperluas
wawasan berlawanan makna dengan kata menyesatkan. Dari contoh kata memperluas
wawasan dengan kata menyesatkan, dapat kita jelaskan kepada peserta
didik, bahwa antonim tidak selalu merupakan benar-benar lawan kata dari kata
tersebut, tetapi dapat berlawanan secara makna dalam konteks pemakainnya.
Pengetahuan mengenai homonim turut memperkaya serta
mengembangkan kosakata peserta didik. Chaer (2009:88) masih mengutip pendapat
Verhaar mendefinisikan homonim sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau
kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase atau
kalimat) tetapi maknanya tidak sama, misalnya antara kata bisa yang
berarti ‘racun ular’ dan kata bisa yang berarti ‘sanggup, dapat’. Pengetahuan
tentang homonim membantu peserta didik menggunakan kata dalam paragraf sesuai
dengan konteks pembicaraannya.
Selanjutnya hiponim dan hipernim. Mengkaji
hiponim tidak dapat mengabaikan tentang konsep hipernim. Chaer (2009:98)
menyatakan bahwa hiponim dan hipernim mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna
sebuah kata yang berada dibawah makna kata lainnya. Karena itu, adanya
kemungkinan sebuah kata yang merupakan hipernim terhadap sejumlah kata lain,
akan menjadi hiponim terhadap kata lain yang hirarkial berada di atasnya.
Umpamanya kata ikan yang merupakan hipernim terhadap kata tongkol,
bandeng, cakalang, dan mujair akan menjadi hiponim terhadapa kata binatang.
Selanjutnya kata binatang merupakan hiponim terhadap kata makhluk,
sebab yang termasuk mahkluk bukan hanya binatang tetapi juga manusia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak
kata lain. Kata hipernim dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata
lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh
kata hipernim. Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim
merupakan anggota dari kata hipernim.
Dalam menulis paragraf induktif dan deduktif,
peserta didik akan mampu mengembangkan kata-kata yang bersifat umum menjadi
kata-kata yang bersifat khusus dengan memahami makna secara hiponim dan
hipernim. Misalnya peserta didik akan mengembangkan paragraf dengan tema “ Objek
wisata yang terdapat di Sumatera Barat”. Dengan konsep hiponim dan hipernim,
peserta didik akan mendata jenis-jenis objek wisata yang ada di Sumatera Barat.
Dari jenis-jenis tersebut peserta didik akan menguraikan lagi menjadi bagian
yang lebih khusus, misalnya objek wisata berupa tempat-tempat pemandian, objek
wisata berupa tempat bersejarah, dan ojek wisata berupa pemandangan alam. Bagian-bagian
khusus tersebut dalam paragraf masih dapat diuraikan lagi dengan memberikan
contoh-contoh.
Pengetahuan tentang sinonim,
antonim, homonim, hiponim dan hipernim yang merupakan bagian dari kosakata,
sangat berperan dalam menulis paragraf induktif dan deduktif. Ketepatan,
kelogisan, dan kebermaknaan dari kata-kata yang disusun menjadi rangkaian
kalimat, kalimat menjadi paragraf sangat ditentukan oleh pengetahuan kosakata
yang dimiliki. Semakin baik kosakata yang dimilik, semakin baik pula kemampuan
menulisnya.
Pengetahuan kosakata yang luas juga
membantu peserta didik dalam mengembangkan penalarannya menulis paragraf
induktif dan deduktif. Diperlukan perbendaharaan kata agar kemampuan
mengembangkan ide menjadi tak terbatas. Oleh karena itu, guru sebagai
pembimbing hendaknya dapat memanfaatkan pembelajaran kosakata untuk
meningkatkan dan mengembangan keterampilan menulis bagi peserta didik.
C.
SIMPULAN DAN SARAN
1.
Simpulan
Berdasarkan
uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kosakata sangat berperan terhadap
kemampuan menulis peserta didik. Peserta didik yang kaya akan kosakata, akan
mudah mengemukakan ide dan gagasanya dalam bentuk paragraf induktif dan
deduktif. Perbendaharaan akan kosakata akan membantu peserta didik dalam
mengembangkan penalarannya. Akan tetapi peserta didik harus memahami
pengetahuan yang berkaitan dengan kosakata, seperti pengetahuan tentang
sinonim, antonim, homonim, hiponim, dan hipernim, dan jenis makna yang lain.
2.
Saran
Berkaitan
dengan peranan kosa kata dalam menulis paragraf induktif dan deduktif, penulis
menyarankan agar guru lebih memperhatikan dan memperdalam pembelajaran kosakata
bagi peserta didik. Dengan pemahaman kosakata yang baik, maka keterampilan
menulis akan berkembang dengan baik, tentunya dengan memperhatikan aspek
kebahasaan yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, E. Zaenal, dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa
Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Chaer, Abdul.
2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Raja
Grafindi Persada.
Manaf,
Ngusman Abdul. 2010. Semantik Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.
Suriamiharja, Agus, dkk. 1996. Petunjuk Praktis Penulis. Jakarta:
Depdikbud.
Tarigan, Hendri Guntur. 2011. Pengajaran Kosakata. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Hendri Guntur. 2005. Menulis sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Djago. (1996). Membina Keterampilan Menulis
Paragraf dan Pengembangan. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Hendri Guntur. 1986. Pengajaran Semantik. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. (1983). Menulis sebagai suatu
Keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
Usman, Amir Hakim, dkk. 1979. Ilmu Kosakata.
Padang: FPBS IKIP Padang.