ANALISIS
KEMAMPUAN SINTAKSIS BAHASA KEDUA
ANAK USIA 5-6 TAHUN TAMAN KANAK-KANAK (TK) ALQURAN
KOTA
PADANG PANJANG
Mezri Helti
Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia
Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang 2012
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
kemampuan sintaksis bahasa kedua pada anak-anak usia 5-6 tahun. Subjek
penelitian adalah peserta didik Taman Kanak-kanak (TK) Alquran Kota Padang. Penelitian
ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
usia 5-6 tahun pada TK Alquran, memiliki kemampuan menghasilkan kalimat tunggal
dan kalimat majemuk, serta mampu menggunakan bentuk kalimat berita, kalimat
tanya, kalimat perintah, dan kalimat seru. Kemampuan bahasa kedua pada anak
masih dipengaruhi oleh bahasa ibu. akibatnya muncul campur kode dan alih kode
dalam tuturan yang dihasilkan oleh anak. Anak-anak akan memilih menggunakan
bahasa kedua, yaitu bahasa Indonesia jika berinteraksi dengan guru. Sementara
itu, anak akan memilih menggunakan bahasa ibu, yaitu bahasa Minang jika
berkomunikasi dengan teman sebaya. Anak usia 5-6 telah memiliki kemampuan
menghasilkan kalimat dalam bahasa kedua dan menggunakannya sesuai dengan
konteks serta lawan bicara.
Kata kunci : pemerolehan
bahasa, kemampuan sintaksis, bahasa ibu, bahasa kedua campur kode, dan alih
kode.
A. PENDAHULUAN
Setiap manusia dalam kehidupannya setidaknya
memperoleh satu bahasa alamiah. Setiap anak yang tumbuh normal dan
pertumbuhannya wajar memperoleh satu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa
asli (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertama kehidupannya. Akan tetapi dalam
perkembangannya seorang anak bisa saja menggunakan dua bahasa semenjak ia
lahir, misalnya apabila ayah berbahasa Sunda, dan ibu berbahasa Jawa maka dalam
hal ini masih disebut pemerolehan bahasa pertam, namun bukan satu tetapi dua
bahasa atau dwi bahasa yang merupakan bahasa pertama.
Pemerolehan bahasa anak terjadi secara bertahap.
Terkait dengan hal tersebut, Darjowidjojo (dalam Tarigan, dkk., 1998)
mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau
sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan
seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya. Oleh
karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau
suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang
sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan
yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang
mefasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang
lebih sempurna. Bagi anak, celoteh merupakan semacam latihan untuk menguasai
gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan dikaitkan dengan
kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
Tarigan (2011:103) berpendapat bahwa pembelajaran
bahasa kedua pada anak dimulai apabila pemerolehan bahasa pertama telah lewat,
akan tetapi dalam hal ini sangat sulit menentukan batas yang pasti dan nyata
antara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua, selain
adanya alasan sederhana bahwa pemerolehan bahasa kedua mulai sebelum
pemerolehan bahasa pertama menjelang akhir.
Bahasa pertama dapat mempengaruhi penggunaan bahasa
kedua. Dalam pembelajaran bahasa kedua seorang anak terkadang masih
mencampurkan pemakaian kosakata bahasa pertama dengan bahasa kedua, selain itu
terjadi juga kesalahan dalam penyusunan kalimat dan pengucapan bahasa kedua,
yang dipengaruhi oleh penyusunan kalimat dan pengucapan bahasa pertama. Hal ini
juga ditegaskan oleh Corder (1976) dalam Ellis (1995) yang menyatakan bahwa
peserta didik membentuk hipotesis tentang sifat struktural dari bahasa target
berdasarkan data input. Dari pernyataan Corder tersebut, bahwa anak-anak
membangun bahasa keduanya berdasarkan pengetahuan pada bahasa pertama.
Mengacu
pada penguasaan bahasa kedua, menurut Ellis (dalam Chaer. 2003: 243), ada dua
tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe naturalistik
dan tipe formal di
dalam kelas. Tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan.
Pembelajaran berlangsung dalam kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat.
Tipe kedua bersifat formal dalam kelas, namun kenyataannya hasilnya masih belum
memuaskan.
Anak usia 5 tahun, perkembangan bahasanya telah
mencapai tingkat yang semakin baik dan sempurna. Anak telah memiliki
perbendaharaan kosakata yang kaya dan pembentukan kalimat yang bervariasi.
Terkait dengan itu, Tompkins dan Hoskisson dalam Tarigan dkk. (1998) menyatakan
bahwa bahasa anak umur 5-6 tahun telah menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian
besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang
tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunkan bahasa dalam
berbagai cara untuk berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.
Demikian juga dengan pemerolehan bahasa keduanya. Anak-anak membangun
pengetahuannya tentang bahasa kedua dengan belajar dan pengalaman yang
diperoleh dari lingkungan.
Penelitian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa telah
banyak dilakukan. Diantaranya yaitu, pertama penelitian yang dilakukan oleh
Catur Adi Wicaksono yang berjudul “ Pemerolehan Kalimat pada Anak Autis Slow
Learner di SDN Klampis Ngasem 1 No 246 Surabaya Suatu Studi Kasus”. Dari hasil penelitiannya Catur menyimpulkan
bahwa pemerolehan kalimat pada anak Autis Slow Learner masih tergolong sangat
sederhana. Hal tersebut ditandai dengan adanya kemampuan ujarannya yang hanya
sebatas ujaran satu kata dan dua kata. anak sering melesapkan fungsi subyek
dalam ujarannya. Hasil dari ujaran kemudian dikategorikan ke dalam
bentuk-bentuk kalimat deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan
kalimat eksklamatif. Peneliti menggolongkan kalimat yang mampu dihasilkan anak
Autis Slow Learner ke dalam kalimat tunggal yang ber-nomina, verba, adjectival,
dan numeral. Hasilnya, tidak ada kalimat yang menggunakan unsur numeral dalam
ujarannya.
Kedua, penelitian yang dilakukan
oleh Dyah Rahmawati, dkk. Yang berjudul
“Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia Prasekolah”. Dari hasil
penelitiannya Diyah Rahmawati, ddk. menemukan bahwa kuantitas ragam kosakata
bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah berbeda antara satu dengan yang
lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor
usia, jenis kelamin, dan kondisi lingkungan keluarga. Di samping itu, perbedaan
masukan (input) yang diterima masing-masing anak juga turut berpengaruh
dalam kuantitas ragam kosakata yang dikuasai anak. Pada ruang lingkup kosakata
bahasa Indonesia yang dikuasai anak usia prasekolah, ditemukan tiga puluh ruang
lingkup kosakata bahasa Indonesia yang telah dikuasai anak. Tiga puluh ruang
lingkup tersebut mengacu pada hal-hal yang bersifat konkret atau nyata. Ketiga
puluh ruang lingkup kosakata tersebut di antaranya adalah nama diri,
kekerabatan, ukuran, jenis tanaman, keadaan, bilangan, profesi,
persetujuan/penolakan, jenis kelamin, aktivitas, perlengkapan diri, barang
elektronik, nama-nama hari, jenis buah-buahan, jenis-jenis warna, makanan dan
minuman, perabot rumah tangga, benda-benda universal, perlengkapan sekolah,
jenis-jenis mainan, jenis-jenis binatang, bagaian-bagian tubuh, transportasi,
jenis-jenis sayuran, teknologi, agama, tempat, tujuan, rasa, dan bentuk.
Ketiga, penelitian yang dilakukan
oleh Agung Prestyo, dkk, yang berjudul
“Analisis Kemampuan Penguasaan Kosakata Baru pada Anak Pos Paud Mutiara
Semarang Melalui Metode Glenn Doman”. Agung Prastyo, dkk, menyimpulkasn bahwa
metode yang tepat diterapkan untuk mengajarkan kemampuan membaca pada anak usia
dini adalah metode Glenn Doman. Metode Glenn Doman menggunakan Flash Cards sebagai
media belajar utama yakni berupa gambar tersaji dalam bentuk kartu yang terbuat
dari kertas. Dalam penelitian ini dilakukan 4 tahap pengajaran, yaitu: Tahap I
(Latihan Perbedaan Penglihatan), Tahap II (Pengenalan Diri), Tahap III
(Rumahku), dan Tahap IV (Gabungan 2 Kata). Pada setiap kelanjutan tahap, ukuran
kertas Flash Cards yang digunakan akan semakin mengecil tetapi tidak
secara signifikan. Metode ini diterapkan secara bertahap dan dilakukan dalam
waktu yang sangat singkat. Di setiap pertemuan, murid-murid mempelajari 5 kosa
kata baru dalam waktu 1 detik, diulang sebanyak 3 kali dalam satu putaran, dan
akan diulang lagi 3x putaran dengan jeda 1,5 jam. Dalam praktiknya ditemukan
perubahan signifikan terhadap pencapaian hasil belajar membaca pada anak usia
dini.
Penelitian yang telah dilakukan di atas, menunjukkan
bahwa anak menguasai bahasa secara bertahap sesuai dengan umur dan perkembangan
mentalnya. Selain itu, analisis penguasaan bahasa pada anak dapat dilakukan
dengan metode tertentu, seperti metode Glenn Doman. Sementara
itu, penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan kemampuan sintaksis
bahasa kedua pada anak usia 5-6 tahun. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan sintaksis bahasa
kedua anak usia 5-6 tahun di TK Alquran Kota Padang Panjang, dan bagaimana pengaruh
bahasa ibu terhadap kemampuan sintaksis tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar